I. SEJARAH BERDIRINYA PAROKI
a. Sebelum menjadi Paroki:
Agama Katolik masuk ke Wolosambi diperkirakan pada tahun 1901 dengan dipermandikannya:
1) Bapak Raga Toyo
2) Bapak Tadeus Mere Yua
3) Bapak Antonius Mere Poi
4) Bapak Yohanes Tenda Wea
5) Bapak Lamber Mere
6) Bapak Benediktus Ceme
7) Bapak Pius Gesu; akhirnya memeluk agama Islam dengan nama Haji Yusuf Gesu.
Mereka adalah pionir Agama Katolik dan kemudian dikenal sebagai guru agama yang begitu setia memperkenalkan Kristus dan mengajarkan agama Krsiten kepada umat yang masih menganut agama Asli. Roh Allah terus berhembus dan berkarya dalam diri para guru agama dan juga dalam diri para guru sekolah rakyat. Masuknya para guru SR asal Larantuka, seperti: guru Towari, guru Sintus Diaz, guru Pea dan guru Tibo asal Lio, agama Katolik pun semakin hidup dan bertumbuh subur di hati umat. Pada awalnya Wolosambi masih merupakan bagian dari Paroki Raja yang dilayani oleh Pater Ettel, SVD sebagai Pastor Paroki yang dibantu oleh Pater Yakob Korbell, SVD dan Pater Martinus Boots, SVD. Pada tahun 1939 Mgr. Leven mendirikan Stasi Maunori yang wilayah pelayanannya termasuk Wolosambi.
Paroki Wolosambi saat itu masih dengan status Stasi meliputi: Maukeli dan Doki. Untuk beribadat umat mendirikan sebuah bangunan darurat sebelah selatan lapangan bola kaki. Demikian pula rumah pastoran dibangun secara swadaya di tempat yang sama. Menyadari bahwa suatu ketika Stasi Wolosambi akan menjadi Paroki sendiri, maka beberapa tahun sebelumnya tepatnya tahun 1934 Pater Boots, SVD mulai membenah dan menyiapkan kondisi lingkungan. Satu hal penting dan nyata ialah upaya pembelian tanah dari almarhum Bapak Buu Meo untuk kompleks Gereja, Pastoran dan lain-lain. Surat pernyataan jual-beli tanah inilah pada akhirnya menjadi bukti outentik dalam mencapai titik temu serta menghapus semua perbedaan pendapat tentang status tanah Paroki Wolosambi yang selama bertahun-tahun dirasa belum jelas
b. Menjadi Paroki
Paroki Wolosambi resmi berdiri pada tahun 1940, dengan Pastor Paroki Pater Martinus Boots, SVD. Wilayahnya meliputi: Sawu, Lejo dan Maukeli dengan nama pelindung St. Joanne Baptista. Dalam memenuhi keinginan umat untuk memiliki tempat ibadat yang baik, maka pada tahun yang sama dibangun sebuah Gereja. Kepala tukang adalah Bapak Yoseph Keu asal Mataloko dengan kawan-kawannya telah berhasil melaksanakan pekerjaan fondasi, tiang dan setengah tembok. Pembangunan terpaksa dihentikan karena masuknya penjajahan Jepang tahun 1942. Pecahnya perang dunia II dan jatuhnya Indonesia ke tangan militer Jepang membuat pelayan pastoral paroki dan pembangunan terhambat. Hampir semua Pastor Belanda ditawan tentara Jepang termasuk Pater Martinus Boots, SVD. Ia dibuang ke Pare-pare (Sulawesi Selatan). Selama masa penjajahan Jepang ini, untuk sementara Paroki Wolosambi dilayani oleh Pater Suntrup, SVD dan Pater Frans Cornnelissen, SVD, dan dua imam tua dari Seminari Menengah Todabelu Mataloko diperbolehkan tentara Jepang untuk melayani umat.
Syukur kepada Tuhan, setelah kembalinya Pater Martinus Boots, SVD dari tawanan di Pare-pare pekerjaan dilanjutkan. Namun mengingat bangunan yang besar dan biayanya sangat mahal maka pembangunan Gereja masih darurat, yaitu tiang tengah dari pohon kelapa beratapkan alang-alang dan tempat duduk dari belahan bambu. Jatuhnya bom atom di kota Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945 membuat Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Para Pastor yang dibuang dan ditawan tentara Jepang kembali hadir di tengah umat. Pelayanan Pastoral kembali berjalan normal, meskipun banyak kesulitan yang dihadapi akibat luasnya wilayah dan kurangnya tenaga-tenaga pastoral. Selama menjadi Pastor Paroki, Pater Boots dibantu oleh Pater Vandeik, Pater Rozing, Pater Pius Kibo dan Rm. Ferdinandus da Cuncha, Pr.
c. Pemekaran Paroki Wolosambi
Mengingat wilayahnya yang begitu luas dan jumlah umat yang terus meningkat, maka pada tahun 1958 Paroki Wolosambi dimekarkan dan lahirlah Paroki St. Yosep Doki yang meliputi hamente Lejo dan Maukeli dengan Pastor Parokinya adalah Pater Boots. Sepuluh Tahun kemudian, yaitu tahun 1968 paroki Wolosambi kembali dimekarkan dan lahirlah Paroki Santo Mikael Maukeli dengan Pastor Parokinya adalah Pater Pius Kibo, SVD. Dengan demikian pelayanan pastoral menjadi lebih mudah dan lebih menjawabi kebutuhan umat.
PERKEMBANGAN GEREJA AWAL
PAROKI ST. JOANNE BAPTISTA WOLOSAMBI
1. BIDANG PENDIDIKAN
Pater Boots, SVD banyak mendirikan sekolah-sekolah Katolik baik SD, maupun SLTP, yakni:1) Pada tahun 1916 berdirilah SRK Sawu di Dhawe dan kemudian dipindah ke Bou,2) Pada tahun 1939 SRK Sawu dipindahkan ke Paroki Wolosambi.3) SRK Doki didirikan pada tahun 1935,4) SRK Maukeli 1946,5) Tahun 1947 didirikan SRK Mauponggo, Wolokoli, Pusu dan Puunage.6) Tahun 1952 didirikan SDK Boloroga.7) Tahun 1957 didirikan Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Wolosambi atas kerjasama pastor Paroki dengan kepala mere bapak Phelipus Meo Gego dan Kepala SDK Sawu Bapak Rofinus Raga. SMEP ini diberi nama oleh Pater Boots SMEP Batarende yang berarti Pintu Gerbang pengetahuan.
2. BIDANG KESEHATAN
Pater Boots membangun Balai Pengobatan di Wolosambi pada tahun 1954 dengan peralatan yang sederhana. Pengelolaannya dipercayakan kepada Ibu Monika Koli dan Ibu Feronika Meo.
3. BIDANG OLAHRAGA
Pada tahun 1939 dibuka Lapangan Bola Kaki yang ada sekarang ini. Pembukaan lapangan ini merupakan buah kerjasama dengan kepala Hamente Sawu Alm. Bapak Jago Kunda Pada waktu itu Wolosambi masih menjadi Stasi dari Paroki Raja dan Pater Boots masih sebagai Pastor Pembantu Paroki Raja yang menetap di Wolosambi.
4. BIDANG EKONOMI
Demi meningkatkan pendapatan para petani dengan sistem pengelolahan tanah yang lebih baik dan efektif, maka dibuka pembangunan bendungan Pau Koja, Tiwu Moi, Buu Bake, dan Ae Toro. Setelah bendungan selesai dikerjakan Pater Boots mengirim dua tenaga atas nama bapak Tobias Raga dan bapak Yakobus Yoghi Mite dalam rangka studi banding dan belajar membajak di Wolojita – Ende. Untuk membantu para petani dibangun pula sebuah Batra Sedra yakni: Laboratorium penyelidikan Hama Kelapa yang dipimpin bapak Linus Lena dan dibantu bapak Petrus Busa. Melalui badan ini tahun1956 pemerintah menurunkan sejumlah dana untuk membasmi hama kelapa. Kegiatan ini dilakukan secara massal secara swadaya. Dana proyek ini mengalami kelebihan kemudian digunakan sebagai modal dasar pembangunan Sekolah Menengah Kejuruan, yang dikenal dengan nama SMEPK Batarende Wolosambi pada tahun 1957.
5. BIDANG ROHANI
Di tahun 1939 diadakan perarakan Sakramen Maha Kudus untuk pertama kalinya. Perarakan mengambil rute perjalanan dari Wolosambi ke Paulundu. Peristiwa ini didukung atas kerjasama yang kuat dan iklas anatara Gereja dan Pemerintah, dalam hal ini kepala Hamente Sawu bapak Abdul Rejab Jago Kunda. Peristiwa perarakan ini dimeriahkan dengan tembakan penghormatan (senjata tumbuk). Tahun 1952 ditahbiskan imam sulung paroki Wolosambi Pater Lukas Lena, SVD di Ledolero. Misa syukur imam baru dilaksanaan di Paroki Wolosambi. Untuk meningkatkan penghayatan devosional umat kepada Bunda Maria, maka pada tahun 1957 dibuat ziarah ke Gua Lordes Pusu yang melibatkan umat dari Paroki Wolosambi, Doki, dan Maukeli dengan lagu yang terkenal saat itu: “MARIA TOO NUKA PUSU NUA MARIA, NUKA MABHA PENGA TANAH MARIA”.
6. BIDANG PEMBANGUNAN
a. Pada masa Pater Adrianus Wetzer, SVD
dilakukan pembangunan gereja lanjutan dan rumah Pastoran Wolosambi secara permanen. Selain gereja dibangun juga Kapela Pajoreja secara permanen yang diberkati oleh Uskup Agung Ende Mgr. Gabriel Manek, SVD pada tahun 1956. Dan patut diingat bahwa Kapelan di Pajoreja yang berpelindungkan: “HATI KUDUS YESUS” pada masa Rm. Hendrikus Hende, Pr. Untuk kelancaran kendaraan Bapak Uskup, maka dibangun ruas jalan dari Ia Ila ke Pajoreja di bawah perintahan Desa bapak Yakob Babo.
b. Rm. Hende, Pr
juga mengadakan sebuah Motor Giling Padi milik Paroki yang dikelola untuk membantu biaya hidup SMEP Batarende dan Paroki. Pada saat itu terjadi peristiwa G 30 S/PKI yang menyeret masyarakat yang tak bersalah dan Rm. Hende membela umatnya yang dituduh terlibat dalam organisasi PKI.
c. Pada masa Pater Viktor Bunaning, SVD di kantor paroki dipekerjakan pegawai tetap. Pater Viktor menyelesaikan beberapa hal yang berhubungan dengan pembangunan fisik. Yakni:
1) Pembelian dan Pengaktean Tanah Gereja seperti Susteran, asrama Putri, TKK, Gedung Pertemuan, SMPK, Rumah Guru-guru SMPK dan SDK Sawu, Kompleks Gereja, Pastoran, Gua Maria dan Tanah sebelah Timur jalan raya dibeli dan dibuat Pengaktean secara baik.
2) Penyelesaian Pembangunan Gereja meliputi pemasangan Jendela, Bangku dan Lantai dan diselesaikan pada tahun 1975. Pemberkatan gereja dialkukan dengan acara yang sagat meriah.
3) Pembangunan Kapela permanen seperti: Mauponggo, Majamere, Pajomala dan Boloroga, juga dibangun Gua Maria sebagai tempat doa umat Lingkungan Sawu dan pembangunan permanen Gedung-gedung Sekolah, seperti: SMPK Batarende, SDK Sawu dan SDK Mauponggo. Bagi para katekis juga dibagun rumah permanen.
4) Pengadaan Air Minum Sehat dari Labosabi pada tahun 1971 dan Sumber Mata Air Ae Ndheo tahun 1972.
5) Pembukaan jalan-jalan baru yang dilalui kendaraan roda dua dan roda empat. Perarakan Sakramen Maha Kudus menjadi momen baik untuk menngerakkan umat dalam mengerjakan jalan raya. Jalan-jalan tersebut antara lain: Puu Boa-Sawu-Ledho, Dhawe-Majamere, Dhawe-Pajoreja, Pajoreja-Nuamuri, Guyuwolo-Luy-Munde dan Sawu-Ulubajo-Dhawe.
d. Setelah Pater Viktor dimutasi ke Paroki Maunori Pater Anton Gantaler, SVD melanjutkan pembangunan fisik seperti: Kapela Dhawe, Mauwaru, Nuamuri, SDK Ragadhaga, rehap Pastoran dan teras belakang Pastoran, rumah Katekis dan menara Lonceng. Pembukaan jalan raya Boloroga-Muka-Nuamuri dan Boa Ora-Mauwaru juga dibeli tanah di Ae Feo seluas 1 hektar untuk dijadikan kebun paroki. Dan paling mencolok bersama umat mendirikan SMA Malesama pada tahun 1981. Sayangnya duabelas tahun kemudian yakni tahun 1993 sekolah ini ditutup. Hal ini sudah dirintis dengan susah payah kini tinggal sejarah.
e. Dimasa Pater Willy Ridel, SVD dibangun jalan raya dari Nuanage-Aekela-Wolopoko.
Keren Eja....
BalasHapus